Minggu Biasa VIa/II
Sir 15,15-20
 Setiap orang bertanggung jawab atas hidupnya sendiri karena dia 
sendirilah yang memilih apa yang disodorkan Allah: air atau api, hidup 
atau mati. Pengadilan Allah hanyalah konfirmasi atas pilihan yang 
diambil manusia sendiri, apakah ia memihak air atau api, kehidupan atau 
kematian.
1Kor 2,6-10
 Yesus ditolak manusia: kebijaksanaan Allah tak dapat ditolerir oleh 
hikmat manusia. Bahkan, hikmat Allah ini tidak bisa dikenal begitu saja 
oleh mereka yang mengandalkan kebijaksanaan manusia belaka. Tak 
mungkinlah Yang Tak Terbatas itu masuk dalam keterbatasan dan mengalami 
peristiwa manusiawi sampai puncak kematian. Hikmat Allah inilah yang 
diwartakan Paulus.
Mat 5,17-37
 Yesus memandang Hukum dari sudut kebijaksanaan ilahi: dari Roh yang 
melatarbelakangi kemunculan Hukum Taurat. Pandangannya melengkapi 
pandangan manusia pada umumnya yang terpaku pada rumusan. Ia benar-benar
 menggenapi Hukum Taurat.
Memang
 aturan agama adalah penyokong umat beriman untuk menemukan dan 
menjalankan kehendak Allahnya. Akan tetapi, aturan agama ini tidak dapat
 dipahami semata-mata dengan hikmat manusia. Diperlukan suatu pemahaman 
dengan sudut pandang dari dalam, sebagaimana disodorkan Yesus: ambillah 
roh atau semangat pokok aturannya dan wujudkanlah roh itu seturut 
panggilan Allah bagimu.
Tentu wajar memahami Ekaristi mingguan 
sebagai kewajiban, karena memang begitulah adanya. Ini adalah sudut 
pandang dari luar, heteronom: misa adalah sesuatu yang ada di luar 
perhatianku dan ditempelkan padaku karena aku Katolik. Akan tetapi, 
misalnya, menghayati Misa Minggu/Hari Raya semata-mata sebagai kewajiban
 jelaslah mengebiri Roh yang menggerakkan orang untuk merayakan iman 
bersama umat lain. Roh ini tampak dikebiri ketika umat hanya fokus 
pada khotbah pastornya, ketika orang sibuk berwacana mengenai Kudus 
harus dinyanyikan atau tidak, apakah doa damai boleh diucapkan umat atau
 tidak, apakah pusar penari boleh kelihatan atau tidak, apakah boleh 
misa sebelum mandi setelah olah raga, bla bla bla... sedemikian rupa 
sehingga orang malah kehilangan roh/semangat untuk merayakan iman 
bersama-sama, berbagi ruang doa, suka duka...

 
No comments:
Post a Comment