Rabu Masa Biasa VIa/II
Yak 1,19-27
Hendaknya
setiap orang siap mendengarkan, tak tergesa-gesa bicara dan lamban
untuk marah. Kemarahan manusia memang tidak mengerjakan kebenaran di
hadapan Tuhan. Karena itu, bebaskan diri kalian segala ketidakmurnian
dan kejahatan, dan terimalah dengan lemah lembut firman yang tertanam
dalam diri kalian, yang dapat membawa kalian kepada keselamatan.
Mrk 8,22-26
Yesus
dan murid-muridnya tiba di Betsaida, dan di situ orang membawa kepada
Yesus seorang buta supaya Yesus menjamahnya. Yesus memegang tangan orang
buta itu dan membawa dia keluar kampung, lalu Ia meludahi mata orang
itu dan meletakkan tangan-Nya atasnya... Yesus meletakkan lagi
tangan-Nya pada mata orang itu, maka orang itu sungguh-sungguh melihat
dan telah sembuh sehingga dapat melihat segala sesuatu dengan jelas
bahkan dari kejauhan...
Penyembuhan
Yesus kali ini tidak seperti penyembuhan yang dikisahkan di tempat
lain: terjadi secara gradual. Rupanya Yesus tidak terikat pada metode
tertentu untuk menyembuhkan orang. Dia bisa saja menyembuhkan hanya
dengan mengucapkan sepatah dua patah kata, tetapi kali ini Yesus bahkan
menuntun orang itu ke luar kampung (barangkali supaya tingkat
ketuntasannya bisa diverifikasi, melihat dari jarak dekat sampai jauh).
Orang
buta ini sendiri tampaknya tidak sangat antusias seperti orang-orang
sakit lainnya yang menginginkan kesembuhan. Ini seperti orang yang tak
sadar diri sebagai orang sakit, orang rapuh, yang butuh disembuhkan: ia
buta juga secara spiritual. Proses kesembuhannya justru ditopang oleh
iman orang lain kepada Yesus, sang pembawa mukjizat.
Untuk
menyembuhkan orang yang mengalami kebutaan rohani seperti itu, rupanya
Kristus menyentuh dimensi pengetahuannya yang rancu; tak bisa membedakan
antara orang dan pohon. Lama-lama pengetahuan itu semakin clear & distinct.
Semula ia tak pikir mengenai kesembuhan karena tak punya kepercayaan
sehingga tidak begitu antusias, tetapi dalam bimbingan Kristus, ia
sungguh sembuh total. Yesus melakukan tugasnya hingga tuntas, betapapun
metodenya bisa berbeda.
Akan tetapi, keselamatan yang dibawa-Nya
terwujud ketika orang memiliki keterbukaan hati: siap mendengarkan, tak
tergesa-gesa berkomentar untuk menyanggah, apalagi bereaksi secara
emosional terhadap hal yang orang kurang menaruh kepercayaannya. Kalau
belum paham, bagaimana orang bisa memberi respon yang tepat?
Ya
Tuhan, semoga aku dapat belajar untuk lebih mendengarkan atas hal-hal
yang aku kurang paham dan berani mengerjakan tugas secara tuntas, tidak
setengah-setengah atau terseret mood, dengan aneka cara yang bisa diambil. Amin.
No comments:
Post a Comment